Kamis, 21 Mei 2015

contoh kasus cyber sabotage and extortion (sabotase dan pemerasan)


Contoh Kasus 1 ;

Edi Administrator Akun @triomacan2000 Divonis 1,5 Tahun Penjara Rabu, 22 April 2015


KOMPAS.COM/ALDO FENALOSA Suasana sidang pembacaan dakwaan tiga admin @TM2000back di PN Jakarta Selatan, Senin (23/3/2015).



JAKARTA, KOMPAS.com — Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan vonis hukuman penjara selama 1,5 tahun kepada Edi Syahputra, salah satu administrator akun Twitter @triomacan2000. Edi dinyatakan bersalah dalam kasus pemerasan terhadap Vice President Public Relation PT Telkom AriPrabowo. "Terdakwa terbukti secara sah bersalah melakukan penadahan secara bersama," kata Ketua Majelis Hakim Suyadi saat membacakan vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (22/4/2015).

Suyadi memerintahkan penahanan terhadap terdakwa, mengembalikan barang bukti berupa telepon seluler dan uang Rp 49 juta kepada yang berhak, serta membebankan biaya perkara Rp 5.000.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Azi menyatakan masih mempertimbangkan untuk melakukan banding.

Ia berharap vonis majelis hakim tidak terlalu jauh dari tuntutan jaksa, yang meminta terdakwa dihukum 2,5 tahun penjara. Sementara pengacara Edi, Haris Aritonang, mengatakan masih menunggu kepastian dari terdakwa untuk mengajukan banding atau tidak.

Aparat Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya menangkap Edi, Raden Nuh, dan Harry Koes Harjono dengan dugaan pemerasan terhadap pejabat PT Telkom, Arif Prabowo, pada 23 Oktober 2014.

Selain dalam perkara itu, ketiga terdakwa menjalani sidang kasus pemerasan terhadap rekanan PT Telkom, yakni pemilik PT Tower Bersama Grup Abdul Satar, senilai Rp 358 juta. http://megapolitan.kompas.com/read/2015/04/22/19063301/Edi.Administrator.Akun.triomacan2000.Divonis.1.5.Tahun.Penjara


-UU ITE

Dengan demikian, kejahatan cyber seperti ini telah melanggar UU ITE (Undang Undang Informasi dan Tranksaksi Elektronik) terkait, yaitu BAB VII Pasal 33 tentang Virus yang membuat sistem tidak bekerja, dan pelanggaran UU ITE ini akan dikenakan denda sebesar 1 ( Satu ) Milyar Rupiah. Adapun bunyi dari Pasal tersebut yaitu : “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindakan apa pun yang berakibat terganggunya Sistem Elektronik dan atau mengakibatkan Sistem Elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya.

” Pasal pemerasan Pasal 368 ayat 1 UU ITE, berbunyi :
(1) Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.

- Penyelesaian Kasus 1 : Kasus ini belum ada penyelesaiannnya karena belum ada ketok palu dari majelis hakim. - Penyelesaian

Menurut pandangan kami : Dari kasus di atas dapat disimpulkan bahwa jika terdakwa berharap majelis hakim tidak memutuskan vonis lebih jauh dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) yaitu tuntutan 2,5 tahun penjara atau membayar denda yang sudah di tentukan sesuai ketentuan cacatan hukum.


Contoh Kasus 2 ;

Dari Pemerasan hingga Ancaman Keamanan Negara


JAKARTA, KOMPAS.com - Selasa (28/10/2014) dini hari, tim penyidik polisi berjumlah lima orang menggerebek sebuah rumah sekaligus kantor di Tebet, Jakarta Selatan. Rumah itu diduga markas komplotan pemeras memanfaatkan akun anonim di Twitter dan memakai isu ”seksi” anti korupsi untuk memeras korban-korbannya.

Tiga orang akhirnya ditangkap, yaitu RN, ES, dan HK. Mereka menjadi tersangka pelaku dalam kasus pemerasan petinggi PT Telkom yang diduga melibatkan pengelola akun Twitter @TrioMacan2000 ini. Polisi menyita Rp 49,650 juta dan sejumlah komputer dalam penggerebekan itu.

Pemerasan dengan memanfaatkan media sosial ini hanyalah salah satu contoh dari kejahatan dunia maya yang kian marak di Indonesia. Kian berkembangnya penggunaan internet di Indonesia menjadi peluang bagi pelaku kriminal mencari mangsa.

Berdasarkan data Polda Metro Jaya, kejahatan lewat internet yang dilaporkan ke Subdit Cyber Crime mencapai 601 kasus pada 2013 atau sekitar 50 kasus per bulan. ”Untuk saat ini, kami bisa menerima sekitar 70 kasus per bulan,” kata Kepala Subdit Cyber Crime Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Hilarius Duha.

Polisi di antaranya pernah mengungkap kasus penipuan oleh ”Nigerian Scammer”. Kelompok orang Nigeria ini melakukan kejahatan dengan mencegat percakapan e-mail korban. Dalam beberapa pekan terakhir, Polda Metro Jaya mengungkap kasus dengan modus ini yang mengakibatkan korbannya kehilangan miliaran rupiah.

Salah satu dari kasus ”Nigerian Scammer” yang terungkap, yaitu penipuan oleh warga Nigeria dibantu warga Indonesia terhadap PT AP dan PT BE. Pelaku mencegat percakapan surat elektronik kedua perusahaan yang tengah bertransaksi.

DS, warga Nigeria yang masih buron, memalsukan e-mail kedua perusahaan itu. Kedua perusahaan itu merasa tengah berkomunikasi dengan mitranya, padahal dengan tersangka. Korban pun bersedia saat diminta mentransfer uang senilai miliaran rupiah.
Makin marak

Ahli digital forensik Ruby Alamsyah mengatakan, kejahatan dunia maya di Indonesia bakal tambah marak seiring kian berkembangnya pengguna internet. ”Terlebih lagi, kita baru sebatas sebagai user, tidak dibarengi kesadaran berinternet dengan aman,” kata Ruby.

Ruby, yang terkadang dimintai tolong langsung oleh korban ”Nigerian Scammer” mengatakan, berdasarkan data dari korban sendiri ataupun kepolisian, modus kejahatan ini bisa menyebabkan kerugian hingga Rp 100 miliar lebih per tahun.

Ditambahkannya, kejahatan seperti pemerasan yang dilakukan dengan menggunakan akun Twitter dan e-mail itu cukup mudah diungkap. ”Setiap kejahatan di dunia maya akan ada cyber trail, tinggal pintar-pintarnya penyidik,” ujar Ruby.

Ruby, yang kerap membantu penegak hukum melakukan analisis digital forensik ini, mengatakan, kejahatan dunia maya tak hanya mengancam pribadi atau perusahaan, tetapi bisa mengancam keamanan negara.

Ia mencontohkan kasus penyadapan terhadap presiden Indonesia oleh intelijen asing beberapa waktu lalu. ”Di Indonesia, cyber crime kebanyakan tidak canggih, seperti pencemaran nama baik atau pemerasan. Itu sebenarnya kejahatan konvensional, tetapi kini lewat internet. Sebenarnya ada yang lebih berbahaya seperti penipuan di perbankan, pemerintahan, pencurian data, mata-mata dan penyadapan,” katanya.

Menurut Ruby, penyadapan itu menandakan belum siapnya Indonesia menghadapi serangan kejahatan cyber, baik yang dilakukan orang maupun negara lain. (PRASETYO EKO P)
Editor : Kistyarini
Sumber : KOMPAS CETAK

http://megapolitan.kompas.com/read/2014/11/06/14000081/Dari.Pemerasan.hingga.Ancaman.Keamanan.Negara

- UU ITE
Dengan demikian, kejahatan cyber seperti ini telah melanggar UU ITE (Undang Undang Informasi dan Tranksaksi Elektronik) terkait, yaitu BAB VII Pasal 33 tentang Virus yang membuat sistem tidak bekerja, dan pelanggaran UU ITE ini akan dikenakan denda sebesar 1 ( Satu ) Milyar Rupiah. Adapun bunyi dari Pasal tersebut yaitu : “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindakan apa pun yang berakibat terganggunya Sistem Elektronik dan atau mengakibatkan Sistem Elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya.”
Pasal pemerasan dan atau pengancaman melalui internet
Pasal 27 ayat 4 UU ITE, berbunyi :
“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman”.
UU ITE tidak/atau belum mengatur mengenai cyber terorisme yang ditujukan ke lembaga atau bukan perorangan.

- Penyelesaian Kasus 2 :
Dengan cara mencari beberapa modus yang lainnya , dan memperoses modusan yang sudah tertangkap. Dan di terangkan “kejahatan dunia maya di Indonesia bakal tambah marak seiring kian berkembangnya pengguna internet” mungkin lebih tepatnya di indonesia lebih memperketat keamanan internet lebih di pertimbangan untuk kedepannya.maka kalau tidak di pertegas makin banyak modus,penipuan dan pemerasan terhadap dunia maya melalui twitter.


Contoh Kasus 3 ;

Data Manual Minimalisir Adanya Sabotase Suara Dalam Pemilu




Jakarta, HanTer - Deputi Koordinator Jaringan Pendidikan Pemilih Untuk Rakyat (JPPR), Maskurudin Hafidz menilai mekanisme penyimpanan suara pemilihan umum (pemilu) secara digital atau masuk dalam drive online sangat rentan. Karena berpotensi di hack atau diambil dengan tanpa izin atau secara tidak sah dengan menggunakan teknologi canggih.

"Satu sisi sistem digital dan online memudahkan untuk diakses tetapi sisi lain juga potensi untuk diambil secara ilegal," ujar Maskurudin saat dihubungi Harian Terbit, Rabu (8/4/2015).

Oleh karena itu, pihaknya mengimbau dalam proses melakukan dokumentasi data digital, Komisi Pemilihan Umum (KPU) atau lembaga publik manapun harus dimulai dengan data manual sebagai data dasar dan kemudian dimasukkan dalam digital. "Penggabungan proses ini untuk menghindari adanya perubahan yang disengaja oleh pihak yang akan misalnya ingin merusak sistem," terangnya.

Maskurudin berpandangan yang terjadi di pemilu presiden (pilpres) 2014, data-data yang dihimpun KPU seperti rekapitulasi C1, itu dibuat pertama-tama secara manual di masing-masing Tempat Pemungutan Suara (TPS). kemudian diserahkan ke KPU Kabupaten/Kota untuk didigitalisasi dan diuplod di laman KPU.

Terkait dengan langkah politikus Partai NasDem, Akbar Faisal yang membeberkan perihal kecurangan penyadapan hasil suara dalam pilpres 2014, pihaknya menyarankan agar dalam menghimpun suara KPU menggunakan cara manual.

"Apabila yang dimaksud dengan Akbar Faisal adalah data ini, maka proses pertama yang manual tadi menghindarkan dari perubahan data yang dinginkan. Toh KPU sendiri juga secara publik membuat itu bisa diakses semua pihak," ungkapnya.

Lebih lanjut Maskurudin mengimbau, kedepan, memang terdapat bahaya bila seluruh proses dokumentasi hanyak berdasarkan digital dan online karena dapat ke hack atau semacamnya. "Proses dokumentasi secara manual tetap akan menjadi penjagaan paling baik. Setelah itu aspek publikasi mendasarkan data manual tersebut," tutupnya.

(Angga)
http://nasional.harianterbit.com/nasional/2015/04/08/24845/43/25/Data-Manual-Minimalisir-Adanya-Sabotase-Suara-Dalam-Pemilu

- UU ITE
Dengan demikian, kejahatan cyber seperti ini telah melanggar UU ITE (Undang Undang Informasi dan Tranksaksi Elektronik) terkait, yaitu BAB VII Pasal 33 tentang Virus yang membuat sistem tidak bekerja, dan pelanggaran UU ITE ini akan dikenakan denda sebesar 1 ( Satu ) Milyar Rupiah. Adapun bunyi dari Pasal tersebut yaitu : “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindakan apa pun yang berakibat terganggunya Sistem Elektronik dan atau mengakibatkan Sistem Elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya.”
Pasal pemerasan dan atau pengancaman melalui internet
Pasal 107f UU ITE, berbunyi :
Dipidana karena sabotase dengan pidana penjara seumur hidup atau paling lama 20 (dua puluh) tahun:
a. barangsiapa yang secara melawan hukum merusak, membuat tidak dapat dipakai, menghancurkan atau memusnahkan instalasi negara atau militer; atau diundangkan
b. barangsiapa yang secara melawan hukum menghalangi atau menggagalkan pengadaan atau distribusi bahan pokok yang menguasai hajat hidup orang banyak sesuai dengan kebijakan Pemerintah.

- Penyelesaian Kasus 3 :
Adapun penyelesaian dari kasus ketiga sudah dijelaskan dalam berita yang berisi “Oleh karena itu, pihaknya mengimbau dalam proses melakukan dokumentasi data digital, Komisi Pemilihan Umum (KPU) atau lembaga publik manapun harus dimulai dengan data manual sebagai data dasar dan kemudian dimasukkan dalam digital. "Penggabungan proses ini untuk menghindari adanya perubahan yang disengaja oleh pihak yang akan misalnya ingin merusak sistem," terangnya.”



Tidak ada komentar:

Posting Komentar